Jumat, 12 Maret 2010

Waktu

Malam terasa panjang bagi orang yang berjaga, jalan terasa jauh bagi orang yang lelah, waktu terasa semakin lama bagi orang yang sedang menanti. Itulah waktu.

Waktu adalah salah satu berkat dari Tuhan yang boleh kita nikmati dan kita pakai sebagaimana kita mau. Tetapi waktu juga adalah sesuatu di mana kita harus bertanggung jawab terhadap penggunaannya. Suatu hal yang pasti adalah setiap orang mempunyai waktu yang sama, yaitu dua puluh empat jam dalam satu hari perjalanan hidupnya. Pertanyaan kita, berapa waktu yang kita siapkan untuk pasangan hidup kita?

Tak akan pernah terlalu awal untuk mengucapkan kata-kata yang baik untuk seseorang yang kita sayangi. Tak akan pernah terlalu awal untuk melakukan sesuatu yang membahagiakan untuk pasangan kita. Karena Anda dan saya tidak akan pernah tahu seberapa cepat hal tersebut akan jadi sesuatu yang terlambat dikatakan dan terlambat untuk melakukannya! Maka, katakanlah hari ini, dan lakukanlah hari ini. Jangan tunda sampai besok karena mungkin besok sudah terlambat. Demikianlah Richard De Haan memberi nasihatnya.

Penyesalan

Seorang dokter berpangkat kolonel di suatu negara berprestasi sangat cemerlang. Dengan demikian, dia dipercaya oleh kalangan atas, termasuk presidennya, untuk merawat kesehatan diri mereka pada dokter yang pandai tersebut.

Setiap hari, hidupnya dipenuhi oleh jadwal tugas yang membuat orang lain berdecak kagum karena tidak semua dokter mendapat kesempatan berprestasi seperti itu. Hari demi hari dilalui dengan prestasi yang menjulang. Semakin tinggi dan tak terbilang hadiah dan fasilitas hidup yang menggiurkan diterimanya.

Begitu penuh jadwal hidupnya untuk mengurus orang lain, pergi berhari-hari menemani jenderal ini dan itu, pergi berminggu-minggu untuk menemani presiden ke luar negeri, dan sebagainya. Untuk bertemu muka dengan istri dan anak-anaknya sungguh hal yang langka. Dan keadaan ini terus berlanjut dari waktu ke waktu.

Sampai suatu hari sepulang dari luar negeri menemani dan merawat pejabat tinggi yang sedang sakit, setiba di depan rumahnya, sang dokter melihat tenda terpasang dan kerumunan para kerabat dan tetangganya. Dalam hati sang dokter bertanya: ada apa gerangan di rumahku? Begitu keluar dari mobil, dia langsung bergegas masuk menguak kerumunan para tamu yang menyampaikan ucapan belasungkawa.

Setiba di ruang tamu rumahnya, terbujur sang istri tercinta, wanita yang menjadi belahan jiwanya, wanita yang selama ini ditinggalkannya untuk bepergian menjalankan tugas-tugas untuk merawat dan mempertahankan hidup orang lain. Tapi, satu-satunya wanita yang diinginkan dalam hidupnya saat ini terdiam kaku. Sang istri meninggal setelah menderita sakit parah yang cukup lama, dan dia tidak mampu merawatnya, apalagi memperpanjang masa hidupnya. Maka, tercenunglah sang dokter. Dia bertanya ke mana saja aku ini, kapan terakhir aku makan bersama dengan wanita kesayanganku, kapan terakhir kali aku memeriksa kesehatannya, kapan terakhir kali aku mengucapkan selamat berulang tahun untuknya. Oh, sudah lama-lama sekali! Sekarang aku ingin mengucapkannya, sekarang aku ingin makan bersamanya, sekarang aku ingin tidur bersamanya, tapi sudah terlambat! Tidak ada hari esok lagi untuk melakukannya.


Seperti nasihat Rihard De Haan di muka tulisan ini, maka seorang penulis tak dikenal telah menuliskan kata-kata yang menggugah perasaan sebagai berikut.

Lebih baik kumiliki setangkai mawar mungil dari kebun seorang sahabat daripada memiliki bunga-bunga pilihan ketika hidupku di dunia harus berakhir.

Lebih baik mendengar kata-kata yang menyenangkan yang disampaikan dengan kebaikan kepadaku pada saat aku hidup daripada pujian saat jantungku berhenti berdetak dan hidupku berakhir. Lebih baik kumiliki senyum penuh kasih dari sahabat-sahabat sejatiku daripada air mata di sekeliling peti jenazahku ketika pada dunia ini kuucapkan selamat tinggal.

Bawakan aku semua bungamu hari ini. Lebih baik kumiliki setangkai yang mekar saat ini daripada satu truk penuh ketika aku meninggal dan diletakkan di atas pusaraku.

Jangan sampai Anda menyesal dalam hidup ini. Hidup terlalu singkat untuk dipakai "tidak peduli terhadap pasangan" serta "merasa kecewa dan marah". Jadikan sentuhan, pelukan, dan kemesraan sebagai alat untuk membangun fondasi yang kuat dalam hal membina hubungan suami-istri. Sama seperti otot, kasih dapat menjadi kuat jika sering digunakan. Sebaliknya, kasih juga bisa mati jika tidak disertai
perbuatan.

(Lianny Hendranata)


Pesan:
Mudah-mudah belum terlambat bagi saya dan pembaca untuk memulai mengatakan apa yang seharusnya dikatakan, apa yang seharusnya dilakukan untuk membahagiakan pasangan hidup/keluarga dan diri kita juga.

1 komentar:

  1. kasih juga bisa mati jika tidak disertai
    perbuatan? !!!


    Fritz

    BalasHapus

Temans/Rekans saya undang untuk memberikan komentar...
Silahkan tulis komentar anda pada kotak komentar dibawah ini. jangan lupa tulis nama anda dibawahnya.
pada "Beri Komentar Sebagai" - klik tanda segitiga/panah kebawah dan pilih 'Anonymous' dan klik "postkan Komentar" untuk Mengirimnya...